News Update :

Di Balik Keindahan FREE SEX


Hai UDU'KERS gue mau berbagi cerita ne silahkan baca aja ya gua gak mau banyak bacot lagi ne baca cekidot >>>>>>>>>>>>>>

Bahaya FREE SEX yang jadi gaya hidup

Memperhatikan pola dan gaya hidup kaum muda saat ini, sungguh telah berada dalam kualitas moral yang sangat memprihatinkan.
Norma-norma budaya dan agama diabaikan begitu saja sampai batas yang sangat akut, demi sekedar untuk merengguh predikat ‘generasi modern’. Hampir semua budaya modernitas — dengan ideologi liberalisme-nya — diusung ke dalam seluruh ruang kehidupan. Tidak sejengkal pun disisakan untuk memberi ruang bagi tumbuhnya etika religius dan etika kultural lokal. Salah satu budaya modernitas yang saat ini menjadi trend gaya hidup (life style) kaum muda adalah budaya seks bebas atau free sex. Bahkan jika ada sekelompok kaum muda yang gagap dengan budaya yang satu ini dianggap kuno atau ketinggalan jaman. Sampai “pacaran tanpa seks” dinilai hambar. Siapapun yang terjun dalam dunia pacaran berarti menyiapkan diri untuk terjun ke dunia “seks pra nikah”. Saat ini, seks pra nikah di sebagian kalangan pemuda -baik pelajar ataupun mahasiswa- bukanlah hal yang tabu lagi. Yang terpenting bagi mereka adalah berusaha semaksimal mungkin -meski aktif melakukan hubungan seks (pra nikah) tetapi- tidak hamil. Dan di kalangan yang ‘kebetulan’ tidak melakukan perilaku seks bebas pun, tidak serta-merta memiliki pandangan bahwa seks bebas merupakan hal yang ditabukan. Tetapi lebih dipandang sebagai pilihan pribadi atau hak individu. Karena itu ‘seks bebas’ dalam kacamata kelompok ini tidak dapat dipandang sebagai ‘budaya menyimpang’. Hubungan seksual di kalangan kaum modern ini lebih dipandang sebagai hal yang alamiah belaka. Karena itu, libido seksual pun dipandang sebagai reaksi biologis semata, yang bila perlu disalurkan di mana saja dan kapan saja tanpa harus ada ritus-ritus sakral, baik dalam perspektif budaya atau lebih-lebih perspektif agama. Bahkan tidak sedikit yang menjadikannya sebagai simbol kemodernan. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pembenar berkaitan dengan munculnya budaya fee sex di kalangan pemuda. Pertama, rapuhnya jalinan kasih-sayang dalam institusi keluarga. Tidak sedikit orangtua di era kekinian yang lebih sibuk dengan urusan pribadinya masing-masing atau lebih berorientasi materialistik. Perhatian dan kasih-sayang terhadap anak kerap lebih diaktualisasikan dengan pemenuhan kebutuhan biologis/fisik sang anak tanpa mempedulikan kebutuhan psikologisnya. Karena itu, seks bebas sejatinya tidak hanya disebabkan oleh tingginya tingkat libido generasi yang baru mengalami pubertas ini, tetapi juga akibat dari kesalahan menerjemahkan makna kasih sayang di antara sesama. Hal ini adalah akibat dari kurangnya pendidikan dalam keluarga. Kaum muda akhirnya lebih mencari makna sendiri di luar secara sepotong-sepotong (parsial) dan kemudian dianggapnya yang paling sempurna. Kedua, pengaruh budaya asing yang tidak sejalan dengan budaya bangsa dan agama –yang justru disebarluaskan oleh berbagai media massa dan elektronik. Termasuk juga dengan begitu mudahnya mengakses situs-situs porno di internet. Globalisasi media merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan begitu mudahnya budaya-budaya asing masuk ke dalam ruang kehidupan keluarga yang tidak dapat di filter lagi. Ketiga, rapuhnya pendidikan moral dan agama di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Kerap kali orangtua lebih mengedepankan pemenuhan kebutuhan material daripada immaterial bagi anak-anaknya. Pendidikan moral dan agama lebih dipercayakan kepada lembaga pendidikan (sekolah) yang berlangsung hanya beberapa jam saja. Termasuk juga lingkungan masyarakat yang kian apatis terhadap perilaku menyimpang yang terjadi dalam anggotanya. Masyarakat sebagai lembaga kontrol sosial tidak berjalan dengan semestinya. Untuk itu, dalam usaha merebaknya budaya seks bebas di kalangan kaum muda sangat diperlukan penanganan yang koordinatif dan sistematis. Keluarga tidak dapat semata-mata menyalahkan media sebagai penyebar budaya masif tersebut ataupun pemerintah yang seakan cuek dengan kian merapuhnya kualitas moral generasi muda. Keluarga sebagai institusi yang paling fundamental perlu juga lebih meningkatkan kualitas pendidikan moral dan religi agar para generasi muda memiliki bekal yang kuat sebelum melangkah jauh menapaki alam sosial yang lebih luas.

Mau tau kisah yang lainnya silahkan klik DISINI selamat membaca :)
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Didi Suhendar 2012 | Design by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials and Berita Blogspot